background

PUBLICATION

Manfaat Data Geospasial untuk Program Urban Mobility di Kota Bandung

user

Angelica Tamada

Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung

cal

Published Thu Aug 27 2020

Pemerintah Kota Bandung menduduki peringkat ketiga dalam indeks kota Cerdas Indonesia, padahal baru saja berlangsung delapan bulan sejak diterapkannya kota cerdas. Program Kota Cerdas di Indonesia sendiri mengusung beberapa indikator didalamnya meliputi: Smart People, Smart Economy, Smart Environment, Smart Government, Smart Living, dan Smart Mobility. Beberapa hasil dari proses pembangunan program kota cerdas ini dapat dirasakan oleh masyarakat Kota Bandung, seperti contohnya: adanya ruangan hijau terbuka dengan fasilitas jaringan internet, bike sharing, skywalk, dan sebagainya. Bandung yang sudah berkembang menjadi Kota Metropolitan, semakin sesak oleh penduduk dan pendatang. Ledakan jumlah kendaraan bermotor menjadi pemicu masalah trasportasi yang mengakibatkan penambahan ruas jalan (1,29% per tahun) tidak sebanding dengan penambahan jumlah kendaraan bermotor (9,34% per tahun). Masalah bertambah ketika fungsi jalan tidak lagi hanya digunakan untuk lalu lintas kendaraan, namun juga menjadi lahan parkir, zona perdanganan, perbengkelan, dan lain-lain. Sistem angkatan umum yang terbiasa dengan penggunaan moda trasportasi kecil (angkatan kota/angkot) pun menjadi masalah lainnya karena terjadi tumpang tindih trayek dan fasilitas yang tidak memadai. Selain itu juga, ketiadaan selter pemberhentian angkot untuk menaikkan dan menurunkan penumpang membuat armada angkot menaikkan dan menurunkan penumpang dimana saja. Beragam masalah tersebut membuat lalu lintas Kota Bandung menjadi berantakan dan terjadi kemacetan lalu lintas di mana-mana. Menurut data BPS Kota Bandung tahun 2013, Kota Bandung dengan jumlah penduduk sebanyak 2.483.977 jiwa dan wilayah seluas 16.729,50 hektar, atau tingkat kepadatan penduduknya adalah 150 jiwa per hektar sangat memicu kepadatan dan mobilitas yang tinggi. Kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan karena masyarakat akan merasa tidak nyaman. Contohnya saja, apabila penyediaan jaringan serta peran antarmoda dibiarkan seperti ini, maka kecepatan rata-rata pada tahun 2033 akan drop menjadi 4,5 km/jam (peak hour) dengan jarak perjalanan rata-rata sekitar 11,54 km/trip. Artinya, rata-rata setiap orang akan menghabiskan waktu di jalan lebih dari 2,5 jam (mirip dengan kondisi Jakarta saat ini)

Please kindly sign-in to download this document

Download

stateart
geocreate
building

Jalan Cilaki No.23, Kota Bandung

mail

geocreate@braga.co.id

fbicontwittericonigiconyticon

© 2020 Geospatial Creative Institute, All Right Reserved

footerbg